Laman

Senin, 02 Februari 2015

Pertemuan Pertama dengan Mbak Tari



Tak ada rencana apapun sebelumnya, sampai setelah aku BBM’an dengan teman cewekku sebelum tidur merencanakan main ke Monjali (Monumen Jogja Kembali) besoknya. Kebetulan Monjali dekat dengan rumah mbak Tari, jadi sekalian aku mengajaknya untuk ketemuan, sudah beberapa kali mau bertemu tapi gagal terus. Keesokan harinya sekitar jam 7,  temanku sms aku bahwa ia membatalkan rencana main ke Monjali karena ada acara rewangan di Klaten, padahal kami rencananya berangkat jam 8. Meski begitu aku tetap bersiap-siap berangkat kesana sendiri dari pada cuma dirumah, juga ingin mencoba pengalaman baru ke kota sendiri.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam akhirnya aku sampai di utara Monjali sekitar jam 9.30. Disanalah aku menunggu mbak Tari di atas jembatan, sepuluh menit kemudian mbak Tari datang juga dengan motor matic hijaunya. Kami pun lalu masuk ke Monjali, biaya tiketnya 10.000 per orang.
Awal-awal ketemu dia aku masih agak canggung, maklum baru pertama kali jumpa. Kami kemudian berkeliling Monjali sambil berbincang-bincang. Dimulai dari lantai 2 berkeliling sekitar area luar monumennya,

kemudian masuk dan melihat lihat diorama para pahlawan kemerdekaan Indonesia, lengkap dengan keterangannya dan narasinya yang dibacakan lewat rekaman. Tergambar jelas suasana jaman itu lewat diorama-diorama yang tertata rapi posisinya seperti aslinya.

 Dari lantai 2, kami masuk kelantai teratas yaitu lantai 3, di dalam sana ada bendera tua yang tepat berada ditengah ruangan, sementara dindingnya ada ukiran berbentuk tangan, tak ketinggalan kami berfoto.

Setelah dari lantai 3 kami kemudian turun dan berkeliling di lantai 1, disana ada koleksi barang saat masa perjuangan dulu, seperti diorama, becak, tembak, mesin jahit, kursi, dan benda-benda bersejarah lainnya. Kami memasuki ruang itu satu persatu, beberapa kali mbak Tari menyuruhku untuk melewati pembatas benda museum untuk berfoto (jail juga ya :D), tapi aku menolaknya karena takut dimarahi petugas, walau diruangan itu tidak ada petugasnya tapi terpasang CCTV. 

Kemudian kami memasuki ruangan lainnya, ada beberapa diorama disana, satu kejadian yang membuatku tertawa adalah saat memasuki ruang itu kami melihat dorama-diorama yang mirip orang asli dan kami sulit membedakannya karena ruangannya agak gelap, mbak Tari dengan spontan menyentuh sosok orang yang berdiri didepan diorama-diorama sambil nanya ke aku “wan, ini beneran atau palsu ya?”, dengan agak kaget sosok orang yang ternyata adalah bapak-bapak pengunjung itu menoleh kearah mbak Tari sambil nanya “Kenapa mbak?”, lalu mbak Tari mengajak ngobrol bapak-bapak itu (dingo tombo isin jare :v), tak kuat aku menahan tawa aku menjauh sambil ketawa (:D hahaha).

Setelah puas melihat benda-benda museum kami istirahat sejenak, kami duduk didepan salah 1 ruangan musem yang sudah disediakan kursi bagi pengunjung. Kami ngobrol banyak hal, walau sebenarnya aku lebih banyak diamnya :D, mbak Tari yang sering ngomongnya, sementara aku Cuma sesekali menanggapi, dan beberapa kali juga membuka obrolan. Setelah istirahat, kami melanjutkan jalan-jalan ke taman didalam area Monjali, disana banyak dijumpai lampion-lampion, karena siang hari jadi tidak menyala, lampion-lampion itu berbentuk kodok, pohon beserta buahnya, bunga, ikan, dll. 

Di area sana juga ada permainan rumah hantunya, kami mau foto didepan rumah hantu itu takut, karena dilihat dari luar sudah menyeramkan, ada juga replika meriam dan pesawat yang bebas dinaiki (gak tau kalau naik dimarahi petugasnya atau tidak :D). 

Puas dari taman kami ke depan Monumen lagi, disana ada parit yang isinya ikan-ikan, kami kemudian memberi makan ikan dengan makanan ikan yang sudah dibeli mbak Tari tadi. Ikannya besar-besar tapi gak boleh dibawa pulang :D.

Didekat situ ada kapal mini yang tak terpakai, melihat hal semacam itu mbak Tari mulai jail lagi, yaitu menaiki kapal itu sambil berfoto, aku pun juga ikutan karena dia yang suruh :D. 

Seusai memberi makan ikan kami duduk sejenak didepan dinding yang bertuliskan nama-nama pahlawan yang telah gugur. 

Dari situ kami menuju pintu keluar melewati taman pelang, tak lupa kami foto-foto bareng di taman pelangi. 

Kami pun keluar dari Monjali menuju tempat parkir, lagi-lagi mbak Tari membuat kelucuan, yaitu menyerahkan tiket masuk Monjali kepada penjaga parkir :v.
Habis dari Monjali kemudian kami sholat Dhuhur masjid dekat sana, lalu kami makan siang. Sebelum pulang, aku menyempatkan mampir kerumah mbak Tari sejenak, setelah bertukaran foto di kameraku dengan kameranya dan istirahat sejenak akupun pamit pulang karena langit sudah mendung. Hari itu sungguh hari yang Istimewa. (25 Januari 2015)
Selesai

Senin, 17 November 2014

Night at the Museum (16-17 November 2014)



Minggu pagi yang cerah dikala itu aku sedang bersih-bersih rumah sembari menunggu Dedi temanku, kedatangan Dedi itu sebenarnya mau mengajakku ke Mangafest di Jogja National Museum. Malam sebelumnya kami merancanakan kesana, tapi kendalanya kami tak tau rute ke tempat tersebut. Dan akhirnya dengan modal nekat kami berangkat sekitar jam 8 pagi dari rumahku. Setelah melewati Klaten kami sampai di Jl. Jogja-solo menuju ancer-ancer pertama yaitu tugu jogja, sialnya saat itu juga disana sedang ada acara car free day, otomatis jalan disekitar tugu ditutup. Dengan mengandalkan insting kami pun lewat jalan lain sambil bertanya ke orang-orang sekitar sana, setelah muter-muter kami pun sampai di lokasi tujuan sekitar jam 10.15 pagi.
Selama di Jogja sana aku sering kontak sama mbak Lestari yang juga tinggal di Jogja yang kebetulan waktu itu lagi kuliah, rencananya kami mau ketemuan disore hari kalau memungkinkan. Sesampainya disana, kami pun masuk kedalam museum dan melihat lihat beberapa komik yang dipajang di dinding-dinding ruangan, tentu saja komik yang dipajang itu untuk lomba, dibawah komik itu ada kotak suara, yang paling banyak suara dari pengunjung dialah pemenangnya.

Sayangnya temenku yang mau daftar ikut lomba kostum cospaly itu gagal karena kuota pesertanya sudah penuh, walau begitu dia tetap memakai costumnya itu sambil berkeliling sekitar museum dia memakai kostum Gintoki. Sepanjang berkeliling itu temenku banyak dimintai berfoto oleh para pengunjung.

Siang harinya kami pun beristirahat sambil menunaikan sholat dhuhur, akan tetapi disana sedang krisis air, dan kamipun berwudhu seadanya dengan keran yang airnya sangat sedikit. Selepas itu kami melanjutkan berkeliling dan tak disangka aku berjumpa tetanggaku disana dan ditengah keramaian pengunjung aku dan tetanggaku berpisah. Siang hari menjelang sore hujan mulai mengguyur jogja, dan rencana ketemuan aku dan mbak Lestarin pun jadi gagal.
Dedi mulai risau saat itu dia kelupaan meletakkan kunci motornya. Kami pun menuju tempat parkir tapi kuncinya tidak ada, begitupun mencari ditasnya juga tidak ketemu. Akhirnya Dedi menghubungi panitia, disaat yang bersamaan hujan mulai deras ditambah lagi petir yang menyambar dan angin kencang. Kami mulai berdiskusi jika kunci tak ketemu juga terpaksa cari bengkel atau jasa duplikat kunci terdekat. Waktu terus berlalu, tak ada kabar dari panitia bahwa kunci ketemu. Setelah itu kami berpikir untuk mencari bengkel terdekat, namun kami bertanya satpam disana katanya mungkin sudah tutup. Akupun mencoba bertanya pada mbak Lestari apakah ada kenalan tukang kunci terdekat, untung temannya mbak Lestari punya kenalan tukang duplikat kunci namun masalah harga menjadi kendala, setelah berdiskusi singkat dengan Dedi dan hari sudah menjelang malam kami pun memustuskan untuk bermalam di jogja karena hujan tak kunjung reda ditambah lagi mati listrik disana serta belum hafal rute jalan untuk pulang. Selanjutnya kami menentukan dimana nanti akan tidur, sempat juga mbak Lestari menawari untuk bermalam dirumahnya, tapi karena tak tau jalan kesana kami mencari tempat disekitar museum saja. Dedi pun bertanya ke satpam museum apakah boleh untuk tidur disana, dan ternyata diperbolehkan. Kami akhirnya tidur di mushola di dalam area museum.

Keesokan harinya sebelum mencari tukang duplikat kunci terdekat  kami memutuskan untuk mencari sarapan dulu, ditempat kami sarapan si penjual ternyata tau tukang duplikat kunci yang ternyata hanya diseberang jalan dekat tempat itu tapi masih tutup. Setelah sarapan kami kembali ke museum sambil menunggu buka tempat duplikat kunci tersebut. Di pagi itu juga mbak Lestari sempat mau ijin masuk mengajar siang agar bisa menemui kami, tapi sayang rencana ketemuan itu kembali gagal karena sudah ada 2 guru temannya mbak Lestari yang ijin. Sekitar jam 8 pagi aku dan Dedi pun meninggalkan area musem dan bergegas menuju tempat duplikat kunci yang kebetulan sudah buka. Beberapa menit kemudian setelah kunci jadi, kami akhirnya bisa pulang juga, sempat beberapa kali kami berhenti untuk bertanya rute jalan pulang. Akhirnya kami sampai dirumah sekitar jam 10 pagi dengan selamat. Tapi masih mengganjal dalam hati karena belum sempat berjumpa mbak Lestari, padahal itu menjadi moment langka dimana kami berada pada tempat yang paling berdekatan selama ini. Sungguh petualangan yang berkesan dan tak terlupakan.
TAMAT